Cari dengan Kata Kunci yang Lain

Teknologi Nano untuk Kenali Virus

Hery Purnobasuki (Tohoku University)

Geliat teknologi nano saat ini membawa perkembangan yang fantastis di bidang teknologi material. Para ahli teknologi nano berlomba-lomba mengembangkan material-material baru yang lebih kecil dan detail daripada yang selama ini ditemukan. Pada dasarnya, teknologi nano merupakan salah satu bidang sains. Bidang itu bertujuan mengawal atom dan molekul secara individu untuk membentuk cip komputer dan peranti lain yang lebih kecil daripada yang diizinkan teknologi masa kini.

Namun, ternyata, dalam aplikasinya, saat ini teknologi tersebut merambah ke berbagai aspek. Antara lain, dunia biologi. Partikel-partikel cahaya berukuran nano diaplikasikan untuk bisa menembus tubuh manusia, hewan, atau tumbuhan dan menciptakan sistem penampakan terhadap suatu partikel.

Dalam dunia biologi dan kimia, para ahli biokimia berharap bisa mengembangkannya lebih jauh. Yakni, menjadikan atau menyebarkan virus sebagai kamera-nano untuk mendapatkan gambaran dan informasi yang akurat serta unik dari serangkaian proses dalam sel yang hidup. Hal itu juga bertujuan memperoleh data mengenai cara kerja virus tersebut.

Tentu saja informasi itu amat penting bagi perkembangan dunia pengobatan dan pertanian, apalagi saat ini di tengah-tengah gencarnya serangan berbagai virus yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Dengan mengenal kerja virus, diharapkan bisa lebih diketahui cara untuk menghambat atau menanggulangi serangannya terhadap manusia, hewan, atau tanaman.

Saat ini, berbagai tim ahli bekerja untuk mengaplikasikan teknologi tersebut. Di antaranya, tim yang dipimpin Bogdan Dragnea dari Universitas Indiana di Bloomington, Amerika. Mereka mencoba mengeksploitasi kemampuan muatan virus dengan bahan emas sebagai partikel nano untuk ditembuskan ke sel hidup dengan lapisan luar (cangkang) yang mempunyai kemampuan merespons sinar laser. Pada dasarnya, cara kerjanya seperti sistem penginderaan (scanner). Partikel nano dan lapisan ini secara berkesinambungan akan memberikan gambaran aktivitas kimia dan fisika dalam sel hidup tersebut.

Dalam mempelajari sel hidup, para peneliti saat ini menggunakan teknologi yang dikenal sebagai Raman spectroscopy, yaitu teknologi spektroskop yang berlandasan teori efek Raman (penyebaran tak elastis dari foton-foton molekul). Efek tersebut ditemukan pertama oleh seorang fisikawan dari Indian, C.V. Raman, pada 1928.

Saat sinar laser terpantul dari beberapa material, kebanyakan sebaran sinar tersebut memiliki panjang gelombang yang sama sebagai sinar terpantul. Namun, dalam hal ini, fraksi yang disebut spectrum Raman mempunyai perubahan panjang gelombang yang disebabkan sifat getaran sebuah molekul dalam material itu. Kejadian tersebut mempermudah para peneliti untuk memetakan permukaan kasar seperti halnya inti sel.

Namun, sifat spectrum Raman sangat lemah. Penyisipan partikel nano dari emas ke dalam sel memperkuat sinyal-sinyal Raman lebih dari lima kali lipat. Hal itu disebabkan elektron dari permukaan partikel nano bersifat memperkuat dan berinteraksi dengan sebaran sinar tersebut. Namun, sayang sekali, sel merespons partikel nano itu sebagai benda asing atau antigen sehingga benda tersebut akan segera dibersihkan.

Hal tersebut ternyata bisa diatasi dengan sifat virus itu sendiri. Virus tersebut memiliki kemampuan menolak untuk dikeluarkan. Jadi, peneliti justru menggunakan virus itu sebagai kuda troya untuk menyelundupkan partikel ke dalam sel.

Agar partikel bisa masuk ke dalam sebuah virus, para peneliti mengambil sebuah virus patogen yang telah menginfeksi tanaman gandum yang disebut virus mozaik brome dan meletakkannya dalam larutan alkalin. Pertikel itu menembus lapisan luar virus masuk ke dalam unsur asam amino. Selanjutnya, virus dikondisikan untuk memasang kembali dirinya dalam larutan pH rendah. Ketika kondisi tersebut berlangsung dengan partikel nano di dalamnya yang hanya berdiameter 5 nanometer (lebih kecil daripada virus itu), sebagian besar lapisan luar yang dipasang kembali oleh virus sudah tersisipi partikel nano dalam unsur RNA yang terkandung dalam virus tersebut.

Saat paparan sinar laser hijau mengenai permukaan virus (seperti tampak pada diagram), dalam hal ini, virus diletakkan dalam medium kultur yang didesain menyerupai unsur sitoplasma sel. Asam amino tertentu pada lapisan luar virus selanjutnya memancarkan sinyal Raman yang diperkuat partikel nano dalam virus itu.

Metode tersebut menyediakan sarana bagi peneliti untuk bisa mengamati virus tunggal saat itu juga (melalui pengamatan mikroskop elektron). Sampai saat ini, para biolog telah mempelajari populasi virus. Dengan pengembangan metode nano ini, direncanakan mencoba mempelajari virus tanaman, terutama tanaman pangan dan yang bernilai komersial. Tentu saja, hasilnya diharapkan bisa memberikan sumbangan berharga bagi pemenuhan kebutuhan manusia pada masa mendatang.

Jika berhasil secara baik, tentu metode itu merupakan suatu terobosan yang sangat fantastis dalam mempelajari virus. Ahli virus Lynn Enquist dari Universitas Princeston di New Jersey, Amerika, menyatakan hal tersebut. "Hanya satu cara kita bisa melihat virus secara individu dengan persiapan yang akurat, yaitu menggunakan mikroskop elektron. Penampakan individu virus dalam sel hidup merupakan teknologi yang luar biasa."

Selain hal tersebut, virus memetakan kondisi kimiawi sel karena sinyal Raman bervariasi yang bergantung pada pH atau kekuatan ion dari lingkungan di sekitar virus. Peta tersebut akan mempunyai sebuah resolusi yang sangat mengherankan, yaitu sekitar 30 nanometer atau setingkat dengan diameter virus itu sendiri. Sungguh luar biasa.

Selanjutnya, bagaimana bangsa Indonesia? Apakah sudah tertarik untuk mengembangkan teknologi tersebut? Kalaupun baru melirik saja, itu sudah merupakan suatu perkembangan yang baik.

Sumber : Jawa Pos (21 Februari 2004)

0 comments:

.:: bantu klik iklan ini ::.