Cari dengan Kata Kunci yang Lain

KEBUMEN, (PR).-
Penambangan liar mengancam cagar alam geologi Karangsembung, Kebumen, Jateng. Eksploatasi yang dilakukan penambang liar berupa bahan material, keramik, batu ornamen maupun batu mulia. Namun paling parah, adalah penambangan bahan galian C.

Daerah cagar alam geologi sesuai arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu, menurut peneliti madya geologi pada UP Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung, Chusni Anshori, harus ditindaklanjuti dengan membuat peraturan yang membatasi penambangan. "Sebab kalau tidak, wilayah cagar alam mengalami degradasi," kata Chusni di press center Kebumen, belum lama ini.

Penambangan di wilayah cagar alam itu merupakan respons atas meningkatnya kebutuhan material bangunan. Ini sejalan pertumbuhan pembangunan yang terjadi di desa maupun kota. "Daerah cagar alam geologi Karangsambung memiliki potensi batuan yang cukup bagus,'' katanya.

Bahan galian yang sering ditambang masyarakat antara lain digunakan untuk bahan material, keramik, batu ornamen maupun batu mulia. Namun di antara berbagai penambangan iu, penambangan bahan galian C untuk bangunan sangat intensif dilakukan.

Menurut Chusni, saat ini setidaknya ada 12 lokasi penambangan di Karangsembung, meliputi tujuh lokasi untuk penambangan batuan dan lima lokasi penambangan pasir batu (sirtu). Bahkan, 4 lokasi di antaranya yang terletak di Desa Banioro dan Karangsembung, mempunyai volume eksploitasi yang sangat besar. "Kita perkirakan lebih dari 100 m3/hari bahan material dari lokasi Karangsembung diangkut ke luar," kata Chusni.

Ia mengatakan, dari 12 lokasi penambangan, ternyata baru 2 lokasi yang mempunyai izin. Penambangan sirtu akhir-akhir ini telah menggunakan mesin berteknologi tinggi, yakni mesin yang mampu menyedot pasir dari lokasi yang cukup jauh. Penggunaan peralatan ini telah mengubah pola aliran sungai yang memicu makin intensifnya erosi lateral, sehingga menggerus bagian tepi sungai.

Padahal, di atas sungai iu ada berbagai sarana fisik seperti rumah, sawah, jalan. Disamping itu, model penyedotan seperti itu juga menyebabkan air sungai di bawah daerah penyedotan menjadi keruh. Akibatnya, air tidak bisa dimanfaatkan untuk mencuci oleh penduduk.

Chusni mengatakan, jika penambangan dilakukan tanpa perencanaan baik akan berdampak negatif. Misalnya, hilangnya tanah penutup, perubahan morfologi lereng yang tidak sesuai karakter lahan, hilangnya tanah pucuk (humus). Lalu hilangnya tumbuhan tutupan lahan, timbunan tanah baru yang tidak stabil, sehingga membahayakan keberadaan permukiman penduduk yang berada di atas lokasi tambang. (A-99)***

0 comments:

.:: bantu klik iklan ini ::.