Cari dengan Kata Kunci yang Lain

Tiap Hari, Ratusan Mercury Tumpah Ke Sulut

MANADO,- Terungkapnya pencemaran Mercury di Teluk Buyat melalui tes darah kesehatan 4 warga Desa Buyat di Jakarta, dinilai sebagai warning bagi Pemprov Sulut. Artinya, pemprov didesak lebih tegas dalam pengawasan penggunaan sekaligus pengelolaan limbah Mercury dalam industri penambangan emas dan penambangan emas rakyat yang masih marak di daerah ini.

Sebab, menurut Komisaris Utama PT Tambang Tewah Perkasa Recky Pitoy kepada koran ini, berkembang dugaan kuat yang menyebutkan kalau saat ini terjadi penjualan sangat bebas mercury di sejumlah pertokoan di Manado dan sekitarnya. Tak itu saja.

Pasokan mercury dan sianida juga marak masuk melalui beberapa bibir pantai di kawasan Likupang dan Wori, tandasnya. ''Ini sangat memprihatinkan karena penggunaannya untuk tambang rakyat sudah tak terkontrol,'' kata pengusaha yang kini sedang melakukan penambangan di kawasan Gunung Mas di Kalteng ini.

Karenanya dia mendesak pemprov bekerjasama dengan aparat terkait segera mengontrol penjualan sekaligus penggunaannya kalau toh pertambangan rakyat tetap diizinkan, tegasnya. Sinyalemen Pitoy tersebut memang sudah menjadi kekhawatiran banyak kalangan. Sebab, berdasarkan fakta, saat ini Sulut memiliki ribuan tromol pengelolaan emas rakyat.

Mereka tersebar di beberapa kawasan di Kabupaten Minahasa Utara (Minut) mhingga Bolmong. Di Minut misalnya. Data yang diperoleh menyebutkan. Sedikitnya 150 unit tromol kini aktif melakukan pengolahan emas di lokasi seperti Tambang Tatelu, Tatelu Rondor dan Warukapas kecamatan Dimembe. Dari jumlah tersebut sekitar 60-an unit beroperasi di pinggiran sungai. Dalam pengolahan emas, sebagian besar menggunakan mercuri.

Sejumlah warga Tatelu yang enggan dikorankan, kepada koran ini mengatakan, puluhan tromol yang beroperasi dipinggiran sungai tersebar di desa Tatelu Rondor, Tatelu dan Warukapas. Jumlahnya bervariasi. Khusus untuk di Tatelu sambung warga tadi, sudah mulai berkurang dibanding waktu lalu. Sebagian besar lokasi tromol berada jauh dari pinggiran sungai.

Dalam melakukan pengolahan emas, mereka jelas-jelas menggunakan bahan Mercury. Untuk satu tong tromol saja, biasanya membutuhkan sekitar 1 Kg mercuri untuk sekali putar (3-4 jam). Dari proses pengolahan emas ini, biasanya minimal 10 gram menjadi limbah. Sedangkan jumlah tromol rata-rata 10 tong per unit. Sehingga kalau ada 150 unit tromol, maka ada sekitar 1500 tong tromol.

Kalau dikalikan dengan jumlah limbah mercuri yang dibuang minimal 10 gram, maka ada sekitar 15 ribu gram atau 15 kg limbah mercuri dalam setiap satu putaran pengolahan emas. Dalam sehari sampai dua kali putaran. Sehingga diperkirakan ada sekitar 30 Kg limbah mercuri yang dibuang dalam sehari (dua kali putaran). Tapi ini tidak tiap hari.

Selain itu, dari jumlah ini, tidak semua dibuang ke sungai. Kalau pun dibuang ke sungai, tambah warga tadi barangkali hanya limbah mercuri dari tromol yang berada di pinggiran sungai. Sedangkan lainnya masuk ke tanah.

Lain lagi dengan kepungan Bolmong. Data yang diperoleh dari LSM Surya Madani yang telah melakukan penelitian sejak beberapa tahun, untuk tromol saja itu sudah ada ribuan dan menggunakan zat Hidrangrium (Hg alias Merkuri). Satu tromol saja, untuk penggunaan di Bolmong, terdiri 12 gandenan). Coba bayangkan, jika dihitung-hitung, untuk tromol saja dibagi 4 lokasi Tanoyan, Lanut, Tobongon, Kotabunan dan Dumoga.

Diancer-ancer, untuk lokasi Tanoyan sekitar 500 unit tromol atau 6000 gandengan, Lanut 500 unit atau 6000 gandengan, Tobongon 750 unit atau 9000 gandengan, Kotabunan 100 unit atau 1200 gandengan. 1850 unit atau 22.850 gandengan. Dalam proses mendapatkan aurum (Au, emas, red) , tromol ini menggunakan Hg atau merkuri untuk mengikat ion-ion emas. Coba hitung, setiap tromol atau 12 gandengan itu menggunakan Hg minimal 0,80 Kg. Jika tromol 1850 unit X 0,80 Kg = 1480 Kg/hari. Dikalikan setahun (365) = 540.200 Kg.

Pertanyaan kemudian timbul, sudah berapa tahunkah Merkury ada di Bolmong? Menurut catatan, Merkury sudah ada di Bolmong sejak penjajahan Belanda dan pola penambangan liar masyarakat cenderung menggunakan Merkuri. Tapi kita coba hitung saja kebelakang 2004-1994, tahun 1994 saja, di Bolmong sudah ribuan tromol beroperasi. Itu artinya 10 tahun = 3650 hari X 540.200 Kg = 197.173.000 Kg.

Melihat angka itu, sangatlah fantastis dan cukup menakutkan bagi warga Bolmong begitu banyaknya Merkuri yang beredar di wilayah Totabuan, sangat signifikan bila dihubungkan dengan tragedi Buyat.

Bagaimana dengan perusahaan tong Sianida? Menurut seorang pakar Amdal yang enggan menyebutkan jatidirinya, Sianida adalah sebuah teknologi pertambangan yang sifatnya ramah lingkungan. Dimana, proses pengikatan emasnya lebih besar dan dampak negatifnya lebih rendah. Data yang diperoleh Manado Post, sekitar 50 perusahaan tong Sianida beroperasi.

Belum diketahui berapa jumlah pemakaian Sianida setiap beroperasi. Sementara penyalur Sianida dan Merkuri di Bolmong terkesan ilegal alias tidak melalui perusahaan resmi. "Seharusnya mereka mengambil di PTI perusahaan Sianida resmi yang terdiri dari beberapa BUMN. Selama ini mereka mendapat pasokan Sianida dari Toko Agung Manado dekat Plaza Hotel,"ungkap salim Landjar ketua LSM Surya Madani.(hry/mrs)

0 comments:

.:: bantu klik iklan ini ::.